Rabu, 07 Oktober 2009

Tambang mas bombana



Tambang Emas Ditemukan di Bombana

TAMBANG EMAS YANG MENCEMASKAN

Permandian Tahite di Desa Rau-Rau Kec Rarowatu yang dahulunya tidak begitu menarik perhatian orang, kini lokasi itu mengundang perhatian masyarakat dari berbagai penjuru daerah sejak tersiarnya bahwa dilokasi ini terdapat mineral tambang logam mulia (emas). Tidak hanya dari masyarakat kabupaten Bombana tetapi juga dari luar daerah ini bahkan dari luar propinsi Sulawesi Tenggara seperti dari daerah Sulawesi Selatan, Kalimantan bahkan ada juga dari Papua berbondong-bondong mendatangi lokasi ini untuk membuktikan kabar tersebut. Mereka datang bukan untuk bertamasya, tetapi dengan satu tujuan mendulang emas sebanyak-banyaknya. Lokasi yang berjarak sekitar empat puluh kilo meter dari ibu kota Kabupaten Bombana Rumbia ini menjadi incaran para pendulang emas yang terus berdatangan tanpa henti. Dari pantauan di lokasi ini hingga sekarang sudah hampir sekitar lima belas ribu orang memadati tempat ini. Mereka datang dengan menggunakan angkutan umum, kendaraan pribadi (motor dan mobil) bahkan berjalan kaki yang setiap harinya bertambah. Dengan membawa peralatan sederhana seperti wajan (kuali), skop, pacul dan tenda mereka dengan antusias mendulang emas dan berharap mendapatkan hasil yang memuasakan. Tak heran lalu lintas kendaraan bermotor dari dua jalur darat yaitu arah dari Kolaka-Bombana dan arah dari Kendari-Bombana ramai terlihat.

Dengan padatnya orang mendulang emas di lokasi ini, membuat kondisi para pendulang dan lingkungan sekitarnya sangat memprihatinkan. Lokasi tersebut kini dipenuhi tenda-tenda para pendulang emas dan lalu-lalangnya kendaraan membuat berserakannya berbagai kotoran manusia dan sampah serta debu yang berterbangan yang sangat membahayakan kesehatan. Belum lagi tidak adanya air bersih dilokasi ini karena kondisi sungai kini menjadi kotor dan tercemar akibat dari proses penggalian dan pendulangan emas. Tidak lama lagi lokasi ini akan berubah menjadi sarang berbagai penyakit yang membahayakan dan yang memprihatinkan lagi tidak adanya pos kesehatan
yang memantau kondisi para pendulang emas ini. Ditengah terik matahari yang panas para pendulang berdesak-desakan dan berjejer di sepanjang sungai yang memanjang mencapai belasan kilo meter seakan tidak memperdulikan kecemasan tersebut, yang ada dalam kepala mereka bagaimana butiran-butiran emas yang sangat kecil itu terdulang dalam alat dulang atau wajan (kuali) mereka.
Jika malam hari tiba para pendulang berkumpul di tenda-tenda masing-masing. Ada pula yang berjalan-jalan dilokasi tersebut mencari kebutuhannya di warung-warung tenda yang banyak menjamur dilokasi ini. Lokasi yang dulunya sepi kini menjadi pasar malam yang ramai. Dari penjual makanan hingga penjual baju terdapat di lokasi ini. Bahkan para tokek penadah emas hasil dulangan mereka berjejer sepanjang jalan di lokasi ini. Sayangnya para penadah emas ini mebeli dengan harga rendah seratus lima puluh ribu rupiah hingga seratus sembilan puluh ribu rupiah per gramnya. Padahal menurut beberapa pakar emas kualitas dari emas di daerah ini sangat bagus.
Menurut beberapa pendulang yang kami temui, seperti ibu Erna pendulang asal Buapinang yang datang bersama keluarganya, dalam sehari mereka bisa mendulang dua sampai lima gram jika tekun dan mujur. Namun tidak jarang wajah kekecewaan dari para pendulang lainnya tak bisa disembunyikan, pasalnya setelah seharian mendulang tak satu butir emas pun mereka dapatkan, hingga adapula yang langsung berbalik arah dan pulang dengan tangan hampa. Ibu Hj. Linda misalnya yang datang dari luar daerah Sulawesi Tenggara yaitu Bone merasa kecewa karena tak satu butirpun didapatkannya selama mendulang dalam dua hari. “Saya kecewa ini nak, liatmiko sendiri toh…tidak ada sa dapat. Jau-jaumiki lagi dari Bone..” Ungkap Hj. Linda dengan nada kecewa. Padahal tidak sedikit biaya yang sudah dikeluarkannya untuk datang ke lokasi tersebut bersama keluarganya. Dia juga menambahkan bahwa banyaknya hasil yang didapatkan dari mendulang emas di lokasi ini terlalu dibesar-besarkan (red:hiperbola) oleh pemberitaan dan cerita dari mulut ke mulut. Dan yang mencemaskan lagi adalah akan ada larangan bagi para pendulang emas oleh Pemda setempat kecuali memiliki kartu tanda penduduk atau keterangan domisili setempat dan memiliki kartu ijin menambang di tempat tersebut yang dapat diperoleh dengan membayar konstribusi sebesar seratus ribu rupiah perorang. Tentu ini menambah kecemasan bagi Hj. Linda dan para pendulang emas lainnya yang datang dari berbagai daerah dengan buaya yang tidak sedikit untuk datang mendulang emas dengan harapan mendapatkan hasil yang banyak sementara kenyataannya tidak demikian.
Hal yang mencemaskan lagi adalah kebanyakan dari para pendulang emas ini sudah melupakan spiritualisme mereka. Hampir sebagian mereka tidak ada yang berpuasa di bulan Ramadhan ini, padahal sebagian dari mereka adalah muslim. Emas telah membuat mereka melupakan kewajiban mereka. Sungguh sangat mencemaskan. Terlihat beberapa pendulang asik menggoyang-goyangkan wajannya sambil menghisap rokok dan bahkan melupakan waktu sholat.
Dan yang mencemaskan lagi dengan adanya kegiatan tambang emas ini adalah susahnya mencari wajan bagi ibu-ibu yang mebutuhkan. Pasalnya hamper wajan (kuali) di pasar Bombana bahkan Kolaka dan Kendari sudah sangat langka untuk didapatkan. Kalaupun ada harganya melangit hingga lima kali lipat. Untuk wajan ukuran kecil saya bahkan mncapai seratus lima puluh ribu rupiah, padahal harga normalnya berkisal tiga puluh hingga tiga puluh lima ribu rupiah.
Dan hal yang lebih mencemaskan lagi adalah kondisi keselamatan kerja para pendulang sangat minim. Bahkan ketika kami berkunjung (Sabtu 13 September 2008) , baru saja seorang pendulang tertimbun oleh lonsorang pasir yang digalinya sedalam dua meter hingga membuat nyawanya tak tertolong. Pendulang ini adalah Muh. Salim sala dari desa Penanggo Kec. Lambandia Kab. Kolaka. Meski demikian tak menyurutkan niat para pendulang lainnya untuk terus menggali hingga sedalam-dalamnya pinggiran-pinggiran pasir sungai Tahite tersebut untuk mendapatkan emas. Kondisi ini meninggalkan liang-liang besar disepanjang sungai yang mebahayakan dan membuat debit air sungai mengecil yang juga menghilangkan habitat mahluk hidup lain yang membutuhkannya.
Demikian catatan singkat kami dari kunjungan kami di lokasi tambang emas Bombana. Semoga catatan ini tidak membuat para pencari emas mengurungkan niatnya untuk terus memburu dan mendulang emas karena ini hanyalah kecemasan kami saja setelah melihat lokasi ini. Dan semoga pula bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar